08 Mei 2008

Temu Blogger Buku se-Indonesia

::persekutuan kutu buku gila

Kepada
PARA SAHABAT PECINTA DAN PERESENSI BUKU
se- N.U.S.A.N.T.A.R.A.

Salam buku!

Weblog atau blog adalah sebuah tren termutakhir dari sebuah abad yang berlari yang dijinjing internet. Istilah ini mulai diperkenalkan sejak 1997 yang merujuk pada kumpulan website pribadi yang diperbarui terus-menerus, berisi link ke website lain dan disertai komentar. Di dalamnya para pembuat blog atau blogger menampilkan foto dan tulisan mengenai berbagai topik. Blog adalah juga website. Jika website hanya sekumpulan arsip dan data, maka blog adalah fenomena termutakhir dari web.

Blog buku merupakan bagian dari generasi blog yang ingin merayakan sebuah buana yang bisa dilihat secara bebas dan personal. Mereka adalah generasi peresensi baru buku dengan menggunakan medium yang lebih egaliter. Jika generasi peresensi lama masih memperebutkan halaman-halaman koran nasional dan daerah dengan mempertimbangkan selera redaktur buku, maka generasi baru ini membaca buku dan menuliskannya kembali dengan semangat sangat personal tanpa jerih tulisannya ditampik.

Terkait dengan itu, maka Persekutuan Kutu Buku Gila (Ku-Bu-Gil) bekerja sama dengan Indonesia Buku dan penyelenggara “Festival Mei Veteran” menggelar perhelatan Temu Blogger Buku se-Indonesia dengan tajuk: “Menjadi Kutubuku Itu Keren”. Acara tersebut digelar pada:>>kliping

Hillary Clinton adalah srikandi politik yang sedang bersinar di Amerika Serikat. Dia banyak disorot dan juga dituliskan. Kiprah politik perempuan diulas dua buku: A Woman in Charge: The Life of Hillary Rodham Clinton (Carl Bernstein/Knopf, 628 pp.) dan Her Way: The Hopes and Ambitions of Hillary Rodham Clinton (Jeff Gerth and Don Van Natta Jr./Little, Brown, 438 pp.). Dua buku itu direview sekaligus oleh Michael Tomasky di The New York Review of Books>>


Tembok Berlin bukan hanya tembok yang dengan adonan semen, tapi juga perbedaan ideologi yang sarat politik kewarganegaraan. Buku The Berlin Wall: 13 August 1961-9 November 1989 yang ditulis Frederick Taylor (Bloomsbury, 486 pp, £20.00) mengulangi kembali drama itu dalam perspektif lain. Baca selengkapnya review buku tersebut yang dikerjakan Neal Ascherson di London Review of Books>>


Keberatan utama dalam menilai buku Andrea Hirata (Laskar pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor) adalah cara menyusun dan membingkai refleksi pengalaman hidupnya dalam bentuk struktur yang utuh dan solid. Akibat antusiasmenya, semua mengalir deras dan abai terhadap penataannya. Kemampuan Andrea untuk memisahkan antara dirinya dan obyek ceritanya tidak terjadi. Pengalaman masa lalunya diceritakan dalam terang kecerdasan masa kininya seolah-olah sudah terjadi pada masa ceritanya itu. Kemurnian, keluguan, dan suasana pikiran sezaman agak kacau dengan pengetahuan, kecerdasan, dan cara berpikir masa sekarangnya. Inilah yang membuat nilai dokumenternya menjadi kehilangan kepercayaan pembaca. Lebih lengkap kritik Jacob Soemardjo di Pustakaloka Kompas>>